Pernah merasakan sakitnya patah hati? Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyembuhkannya? Ketika patah hati oleh seseorang yang 'benar-benar dicintai' rasanya sulit sekali luka itu mengering. Tapi bukan berarti tidak bisa sembuh kan. Berikut 12 cara menyembuhkan patah hati ala penulis gila kerja: 
       
       1. Berlawanan dengan cara beberapa orang yang mungkin akan dengan senang hati pamer pada Anda bahwa mereka (sok) kuat karena bisa cepat move on, langkah pertama yang harus Anda ambil adalah: akui masalah. Jujurlah pada diri sendiri bahwa ya, Anda patah hati. Sakit itu benar-benar ada ‘di sini’ (*sambil menunjuk dada – dan mungkin juga kepala, bila sampai pakai acara pusing segala!*) 
     Sayangnya, tidak semua orang di dunia ini akan (selalu) mengerti masalah Anda, jadi tidak perlulah ‘diumbar’ kepada sejuta umat, meski ada social media segala. Walaupun ada beberapa teman dekat yang bisa jadi tempat curhat, tetap jangan sering-sering juga membanjiri telinga mereka dengan cerita sedih yang sama. Bukan apa-apa, Anda pasti juga eneg ‘kan, bila selalu disuguhi cerita yang sama? Kecuali bila Anda terapis andal.

      2. Banyak-banyak berdoa. Ya, maaf. Ini harusnya memang di urutan pertama.
      Caranya? Terserah agama dan kepercayaan masing-masing.

     3.  Puas-puasin deh melampiaskan emosi–selama masih dalam takaran wajar dan cara yang sehat. Mau menangis pas lagi sendirian di kamar? Silakan. Sambil dengerin lagu-lagu mellow atau yang heavy metal sekalian? (‘Kan tergantung selera masing-masing.) Tidak ada yang melarang. Kalau sampai ada, cuekin saja. Memangnya siapa mereka? Suka-suka Anda, dong!
Mau pakai acara banting-banting barang atau “pecahkan saja gelasnya, biar ramai...biar gaduh sampai mengaduh” kayak puisinya Rangga yang dibacakan Cinta? Jangan. Selain berisik dan asli bisa ganggu orang sekitar, ada kemungkinan besar Anda akan menyesal saat menyadari bahwa ternyata Anda masih membutuhkan barang-barang tersebut, namun sayangnya sudah terlanjur Anda pecahkan semua. Nah, lho.

      4. Lakukan selective hearing dan sharing. 
     Meski sedang sangat haus akan perhatian, pengertian, dan dukungan–ada baiknya Anda tidak bercerita kepada sembarang orang. (Darimana Anda bisa tahu? Maaf, saya sendiri juga bukan ahli nujum. Selamat berburu.) Selain tidak/belum tentu semua orang akan mengerti masalah Anda, kemungkinan terburuk adalah Anda yang malah akan disalahkan. “Cewek/cowok kayak gitu kok, diharapin.” Atau: “Sudahlah, masih banyak ikan di laut ini.” (Padahal, jelas-jelas Anda maunya sama orang, bukan ikan!)
Meski dalam hal ini kebetulan memang Anda yang salah, yakin Anda mau mendengar omelan mereka? Apa gunanya coba? Sudah kejadian. (Dengan catatan: Anda cukup dewasa dan berbesar hati untuk mengakui bahwa Anda manusia biasa yang banyak salah, bukan selalu bertingkah seperti korban tak berdaya.)

     5. Saatnya libur jadi ‘orang dewasa dengan segudang problema/drama’. 
    Sediakan sehari dimana Anda bisa (pura-pura) jadi anak-anak lagi. Mau nonton film kartun, baca buku cerita anak, main sama keponakan yang masih kecil, menggambar, terserah. Percaya atau tidak, cara ini cukup ampuh mengusir stres dan bikin rileks, dengan catatan: tidak keterusan dan tidak dilakukan saat jam kerja, kecuali ingin atasan mengirim Anda ke ahli jiwa atau meminta Anda berhenti bekerja–atau malah keduanya!

     6.  Sibukkan diri Anda dengan berbagai kegiatan yang lebih berguna. Kalau bisa, sampai Anda tidak punya waktu lagi untuk memikirkan si penyebab patah hati. Kerja kek, nongkrong dengan teman-teman (semoga nggak ada yang menyinggung-nyinggung ‘sosok itu’), berkumpul dengan keluarga (semoga nggak ada yang ribut bertanya kapan Anda akan berhenti melajang dan segera menikah sesuai harapan mereka), dan mengerjakan hobi. (Ya, terutama menulis.)

     7. Mungkin Anda bukan tipe yang banyak bicara atau tukang curhat, tapi biarkanlah karya Anda yang ‘berbicara’. Mau melukis, menari, menyanyi, menulis puisi, cerpen, novel, atau artikel semacam ini? Terserah. Mau ada yang mengejek Anda sebagai sosok cengeng atau kayak Taylor Swift yang hobi menyindir mantan lewat lagu-lagu ciptaannya? Aminkan saja untuk ejekan terakhir, siapa tahu Anda beneran bisa jadi ngetop dan tajir kayak Taylor Swift. Bayangkan, siapa sih, yang tidak ingin karyanya laku keras di pasaran dan diingat banyak orang?

     8.  “Kapan lo liburan?” Ini yang sering banget ditanyakan pada penulis gila kerja. Saran ini boleh dicoba. Tidak hanya sukses mengusir rasa jenuh dan (semoga) menyembuhkan patah hati, Anda juga bisa kembali dengan ide-ide baru dan segar untuk calon-calon tulisan berikutnya.

     9. Saatnya lebih berprestasi, baik di tempat kerja maupun dalam berkarya. Jangan lupa jaga kesehatan. Rugi banget kalau Anda sampai jatuh sakit hanya gara-gara memikirkan mereka yang belum tentu peduli perasaan Anda. Mau ikut lomba menulis? Tinggal cari lewat Google atau subscribe situs tulis-menulis pilihan Anda. Selain bisa dapat penghasilan tambahan, Anda juga bisa terkenal dan–siapa tahu–dapat menginspirasi sesama.

    10. Relakan, bersyukur, dan berbahagialah. Tiada yang abadi. Coba ingat-ingat lagi, sebelum ketemu sosok itu, Anda masih bernapas, ‘kan? Sesudahnya juga sama saja, ‘kan? Cukup ingat-ingat saat-saat terindah bersama mereka. Kalau tidak kuat, tidak usah dipaksa.
Mungkin Anda merasa masih (dan akan selalu) mencintai mereka, tapi belum tentu mau/bisa bersama...atau enggan kembali bersama. Cukup kirim doa agar mereka selalu baik-baik saja. Tidak perlu menyimpan marah, sakit hati, maupun dendam. Rugi bandar, apalagi kalau sampai kelamaan. Salah-salah gagal deh, usaha Anda untuk terlihat seawet muda mungkin, hehe.

     11.Terlepas dari ‘apa kata banyak orang’, tidak perlu langsung menerima sosok baru dalam hidup Anda bila ternyata Anda memang belum siap. Yang tahu kapan butuh hanya Anda, bukan mereka. Jangan sampai Anda menumbalkan sosok itu jadi rebound, alias pelampiasan belaka. ‘Kan kasihan kalau ternyata mereka beneran mau serius dengan Anda.

   12. Masih susah move on? Silakan kunjungi terapis terdekat. (Maaf, saya tidak sedang mengejek Anda, karena ini bisa terjadi pada siapa saja–terutama mereka yang merasa kuat, padahal sebenarnya tidak juga.)

Bagaimana bila cara-cara di atas tidak berhasil juga? Maaf, saya hanya penulis ‘gila kerja’, bukan terapis berlisensi!

*Artikel kiriman Ruby Astari

Post a Comment

  1. Relakanlah.,., berusaha ikhlas aja gan.. :D

    ReplyDelete
  2. memang iya..
    kita harus akui dulu kalo kita ada masalah baru bias dihadepin dengan baik...

    ReplyDelete
  3. Bhahaha, lanjut ... tapi lanjut belum tentu move on, kan?

    ReplyDelete
  4. Artikel ini pas banget buat muda mudi yang lagi patah hati sambil nangis di pojokan :-)

    ReplyDelete
  5. Kalau masih belum bisa move on, kayaknya terlalu sadis ya gan patah hatinya.

    ReplyDelete
  6. Makanya sih, menurut aku, ngga boleh overprotektif juga, biar ngga patah hati, soalnya susah kl udah masalah hati *asiik

    ReplyDelete
  7. Patah hati sich boleh saja karena bagian dari hidup namun jangan jadikan itu hal yang membuat kita terpuruk didalamnya

    ReplyDelete


Powered by Blogger.