Aneh jika saya pribadi menganggap ini sebagai sebuah judul Tapi beginilah adanya. Andaikata manusia tidak mengenal apa itu cinta. Mungkin makna “Romantis” hanya akan dimiliki oleh pujangga dan para penyair yang pandai merajut kata.

Romantisme Sepanjang GalahRomantis diambil dari kata Inggris yang berarti “Romance” Segala bentuk ekspresi perasaan /kecamuk yang dapat membuat pemiliknya sakau, melayang, gunda gulana, dan bahagia.

Namun pada perkesempatan kali ini saya pribadi, dengan tukus ikhlas akan berbagi cerita. Sebagaimana bentuk real “romantisme” seseorang ketika sudah beranjak dewasa dan pada akhirnya memutuskan untuk menikah. Lebih kurangnya seperti judul diatas Romantisme Sepanjang galah.

Semua orang pasti pernah mengalami pubertas (termasuk saya). Tentunya dengan etika dan norma-norma kesopanan yang ada, suatu masa seseorang untuk saling suka-sukaan dan berakhir melalui Ijab-qobul yang mengikat mereka dengan sebuah tali pernikahan. Baik pernikahan buah hasil pinangan orang tua, maupun hasil sendiri memungut di lingkungan sekitar, atau bahkan dari jomblangan rekan sekantor. Saya tidak akan complain mengenai usia, kapan, dan pacar keberapa yang akhirnya dinikahi dan menjadi pasangan pembaca saat ini.

Sejenak, mari kita ulur waktu dengan bernostalgila. Kita mundur ke beberapa dekade sewaktu almarhum Chrisye masih hidup, dan pula sebelum membaca tulisan saya yang jelek ini.

Masihkah teringat dengan masa-masa saat pacaran dulu. Hampir mirip dengan koreografi telenovela bukan?

... mmm kalau gak ngaku coba deh dicari telenovela maria markona marcedes

Terbayang sesuatu yang indah-indah? Mesrah, cetar membahana...prett..tekdung.de El-el. Malah banyak yang ngotot, kalau cinta sudah merekat, tak peduli tahi kebo rasa arbanat, yang lainnya malah tersingkir...

Masih gak mau ngaku juga? yakin
Fakta dan Kronologis makin terlihat jelas tatkala seorang pemuda-pemudi dibuai asmara baru jadian. Ada saja tingkah polah yang menjadikan  suasana romantis jadi lebih terasa. Cit...cuit..! Seolah sepasang kekasih ingin memadukan kebahagiaannya keduanya. Ingin sangat galau, ingin seolah-olah diperhatikan, dan disayang nan perhatian.

Ada juga yang mahir berkilah kata lewat SMS: (ya.. ini pengakuan murni ketika masih mudaaaa dulu, sekarang udah tua 62 tahun kebalik)

Cowok: "jangan capek-capek ya? obatnya diminum ya,

Cewek: gak bisa tidur nih beb, digigit nyamuk"

Cowok: "idih nyamuk kok nakal sih beb. Tapi kamu gak papa khan.,"

Cewek: gapapa kok….mimpiin aq aja ya beb, jangan nyamuknya "I Miss U.." ihiks.……………………etc
Beberapa pargelaran seni berupa percakapan diatas yang sering dialami bagi siapapun waktu membujang dulu. Ibarat Reality Show Gombal-gembel, Pokoknya saya jamin banyak fenomena penyair dadakan bermunculan...

Tetapi karena oh karena…, setelah scene berlanjut ke tahap berikutnya, menuju suatu pernikahan, dan membentuk keluarga,….hampir semua keromantisan itu raib ditelan bumi. Yakin dehh….

Tahun pertama menjelang nikah, masih dengan semangat 45, cinta semakin berkobar, semangat viagra masih berkoar-koar membentuk sebuah kalimat rayuan. Barulah menginjak usia pernikahan bulan kedua, ketiga, dan seterusnya…., seperti encer kurang rempah dan cenderung ala kadarnya.

Yang masih bertahan “mesra” nya tepat waktu kalau mau kondangan, Saling beradu argumen mencari pendapat:

"Udah cocok gak say aq pakai kemeja ini?"

Atau kalau gak gitu pas mau tidur malam.
Apalagi bagi pasangan yang di karuniai buah hati, boro-boro bermesraan. Lebih repot mengurusi susu si-anak. Belum lagi kebutuhan hidup yang makin komplek, kewajiban dalam berumah tangga serta bermasyarakat, lengkap dengan segala problematikanya, maka terkikislah keinginan pasangan untuk bermesra ria seperti dulu kala.

Apalagi untuk romantis-romantisan,..beeehhhh….nggak sempet, lah,..lupa!. paling-paling istri bilang : "Preketeg masssssssss" << ini yang paling istri saya suka, semua hal berbau preketeg. Dan gombal amoh.

Kalau masa kasmaran dulunya ingin selalu bermesraan dan bergandengan tangan. Sekarang malah berbeda lagi "Males" nggak ketulungan. Kalau dulu sang pacar tersandung batu, sambil mengumpat kepada sebongkah batu: "Batu kok nakal", lantas kaki lawan dielus-elus, menatap dengan dahi berkerut iba, "Oh, kamu nggak papa..,kan sayang..?”

Coba lihat realita kalau kesandungnya sekarang, "Kok bisa kesandung!, gimana sih?! Ati-ati..doong!” Malah ada yang keterlaluan menyalahkan, "Maaatane,…pi*ek!”

Kalau menulis cerita ini, kadang menimbulkan ekspresi tersendiri, tak henti-hentinya saya terbahak-bahak jika harus mengingat masa-masa waktu berpacaran dengan Istri saya. (mungkin juga hal ini terjadi pada diri pembaca bukan).

Selama ini saya benar benar tidak habis fikir. Memang benar pernyataan dari beberapa rekan sekantor bahwa bersikap mesra, romantis..atau apa lah istilahnya, hanyalah pemanis bibir ketika pacaran. Tak jarang setelah menikah, hal tersebut yang malah terabaikan dari pandangan. Padahal, menurut saya, itu tetap perlu, paling tidak untuk tetap menunjukkan kasih sayang kepada pasangannya. Dan akan berpengaruh pada kenyamanan rasa, agar lebih rileks dalam menjalani kehidupan berumah tangga dengan segala lika-likunya.

Usia saya memang bmasih berkepala 2, tapi semakin sering tidak melihat keromantisan itu kembali. Kalau terlihat “mesra” di lihat seperti menghadiri resepsi pernikahan teman saja. Itupun disesuaikan dengan kondisi sekarang ini.

Tentunya, sedikit nominal yang membandingkan antara kemesraan di waktu muda ketimbang kemesraan menjelang lanjut usia. Jujur saja, saat ini saya merasa tuaaaaa banget kalau dibandingkan dengan rekan-rekan sekantor yang muda dan sangat Kece. Kalau sudah lama menikah tapi “style” bermesraannya seperti “abege” pacaran, pasti berisiko dibilang “norak”. Saya bingung harus ngasih wejangan apa terhadap rekan-rekan. Mesra, romantis, tapi terlihat alami saja, tidak dibuat-buat, mungkin sebaiknya begitu. Pasti nikmat..

“Ma, papa belum makan, yuk makan bareng biar mesra lagi kaya dulu"

“Lambemu mass, Gomballl ....jangan dihabiskan, jatah berasnya mau habis bulan ini"<< dan lagi-lagi kata puitis teromantis istri yang keseringan lihat ketoprak inilah yang sering saya alami… Sambil manyun, saya cuma bisa menghabiskan sisa nasi yang menempel di pipi.

Salam Rukun!

@Heruxumi